Umumnya gangguan pada kesehatan kelinci bisa disebabkan karena faktor kurangnya kebersihan kandang, perubahan lingkungan, perlakuan yang salah/over handling, manajemen pakan tidak tepat, perilaku kelinci, dan tentu saja karena organisme/mikroorganisme pengganggu (bakteri, virus dan parasit). Gangguan dan penyakit pencernaan menduduki peringkat tertinggi penyebab kematian kelinci.
Setidaknya demikian dinyatakan drh Slamet Raharjo MP, pengajar bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Hewan UGM pada Seminar Kesehatan Kelinci yang digelar Himpunan Studi Ternak Produktif Fakultas Kedokteran Hewan UGM beberapa waktu lalu. Slamet Raharjo menyatakan, kelinci sebenarnya merupakan hewan yang menyukai kebersihan.
Sementara itu peternak kelinci kawakan asal Kulon Progo – Jogjakarta, Johan Arifin menyatakan peternak biasanya mengabaikan tata letak sangkar/kandang kelinci. “Kelinci tidak tahan sumpek, tapi juga tidak terpaan angin langsung. Kelinci juga tidak tahan terik sinar matahari langsung,” tuturnya.
Kembung
Johan Arifin menyatakan kembung hingga saat ini merupakan gangguan kesehatan paling ditakuti peternak kelinci. “Kematian bisa terjadi dalam hitungan menit hingga jam. Pagi kembung, sore bisa mati,” ungkapnya. Kelinci terlihat lesu, lemah, dan perut menggembung.
Menurut Slamet Raharjo, kembung bisa disebabkan oleh kedinginan dan salah pakan. “Hijauan yang diberikan sering bercampur dedaunan muda ataupun daun leguminosa. Keduanya menghasilkan gas saat dicerna, padahal kelinci berlambung kecil sehingga cepat penuh,” ungkapnya. Kembung di lambung bisa sembuh jika cepat ditangani, sedangkan kembung pada sekum sulit disembuhkan. Untuk itu Slamet menyarankan untuk menghindari pemberian pakan hijauan segar untuk kelinci. “Dilayukan atau hampir kering lebih aman,” sarannya.
Kembung pada lambung bisa diatasi dengan sonde (pipa plastik lembut) yang dimasukkan lewat mulut, sehingga udara yang terjebak akan keluar. Selain itu, bisa juga menggunakan trokarisasi (ditusuk dengan jarum khusus serupa pipa kecil). “Sayangnya, jika kembung di sekum maupun usus besar di trokarisasi pun biasanya hanya menunda kematian. Sebab dinding usus bagian itu sangat tipis, sehingga pasca trokarisasi rawan kebocoran isi sekum,” papar dokter hewan spesialis exotic and wild animal itu.
Obat yang dapat diberikan antara lain pemberian penenang acepromazin dan xylazin dengan terapi suportif infus, vitamin, ATP,dan antibiotik. Peternak kelinci umumnya juga memberikan antasida untuk meringankan kembung pada lambung.
Koksidiosis
Koksidiosis disebabkan oleh protozoa Eimeria Spp yang menyerang hati (hepatik) ataupun pencernaan (intestinal) kelinci. Pada jenis hepatik, kelinci menderita gejalamata dan kulit berwarna kuning disertai hepatomegali (pembesaran hati). Sedangkan pada jenis intestinal, kelinci mengalami diare, anoreksia (hilang nafsu makan), dan distensi abdomen.
Selain disebabkan lingkungan, pakan dan air yang kurang bersih koksidiosis juga muncul akibat over handling, terutama pada kelinci hias. “Kelinci hias rawan ditimang dan digendong secara berlebihan. Padahal sebagai hewan nocturnal, siang hari kelinci mestinya beristirahat. Saat kondisi down, biasanya muncul koksi-nya,” papar Slamet.
Koksidiosis juga bisa ditularkan dari induk, sehingga muncul pada anaknya pasca sapih. Pada saat masih menyusu, anak kelinci sebenarnya sudah terpapar, tetapi bersifat sub klinis. “Begitu lepas sapih, kelinci tidak mendapat suplai imunoglobulin dari susu induknya sehingga gejala klinisnya muncul,” terang Slamet. Maka sangat logis jika 90% koksidiosis menyerang kelinci lepas sapih hingga umur 6 bulan.
Untunglah, koksidiosis bisa disembuhkan. Obat yang diberikan berupa antibiotik yang bisa memutus siklus hidup protozoa seperti sulfa-trimetoprim. Selain itu bisa pula diberikan sulfaquinoxaline dan nitrofurans. “Pola pemberiannya 3-2-3 (3 hari diberi obat, 2 hari istirahat dan dilanjutkan 3 hari lagi). Nitrofurans bisa diberikan selama 14 hari sedangkan yang lain cukup 7 hari,” Slamet.
Enteritis (Diare)
Diare, menurut Slamet disebabkan oleh parasit cacing, protozoa dan bakteri-bakteri enterik seperti Salmonella, Shimeria, dan E coli. Gejala umum enteritis adalah diare, feses encer, berlendir, dan kadang disertai darah. “Beda dengan diare koksidiosis yang fesesnya seperti pasta, kalau enteritis feses encer,” tegasnya. Pemeriksaan sebaiknya tak hanya fisik, tetapi dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium pada sampel darah dan feses, agar penanganannya tepat.
Obat yang bisa diberikan antara lain antibiotik neomisin 80 mg/kg BB/hari selama 3 hari atau kloramfenikol 3 mg/kg BB/hr selama 3 hari. Kelinci bisa juga disupport dengan infus dengan Pepto-Bismol 0,8 ml PO/6jam maupun LRS (Lactat Ringer Solution) 10 – 15 ml/kg BB/IV/SC, secara subkutan maupun intraperitoneal.
Hairball (Trichobezoar)
Terjadi karena masuknya rambut/bulu kelinci ke dalam saluran pencernaan, kemudian terakumulasi dalam jangka waktu lama hingga mengeras. Hal ini akibat kelinci suka menjilati-jilat tubuh.Menurut Slamet, bola rambut atau hairball ini ditemukan dalam lambung maupun sekum. Kelinci yang mengalami gangguan ini biasanya mengalami anoreksia, diare, depresi,dan kehilangan berat badan. “Weight loss dapat menyebabkan kematian pada 3 – 4 pekan kemudian,” katanya.
Penyembuhan selain operasi adalah dengan terapi jus nanas segar 5-10 ml PO/24 jam selama 5 hari. Bisa juga dengan mineral oil 20 PO, obat sembelit/laxative, atau obat hairball untuk kucing (hairball paw gel). Menurut Slamet Raharjo, terapi jus nanas merupakan pilihan paling murah dan cukup ampuh. “Jus nanas bersifat melunakkan hairball dan mengurai rambutnya sehingga bisa dikeluarkan bersama feses,” terangnya. Pencegahan dilakukan dengan cara menyisir secara teratur.
(Sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=8&aid=3285)