Kementerian Pertanian (Kementan) tengah mereview (meninjau ulang) kebijakan perdagangan benih untuk menjamin keamanan investasi di industri benih.
Industri benih buah dan sayuran terus tumbuh di Indonesia. Indikatornya semakin banyaknya varietas unggul yang telah dilepas pemerintah. Sampai bulan Februari 2010 sebanyak 813 varietas telah dilepas Menteri Pertanian. Sayangnya, separoh lebih dari varietas yang dilepas adalah introduksi hasil pemuliaan luar negeri. Rincinya: 43 varietas lokal, 354 varietas hasil pemuliaan dalam negeri, dan 416 varietas berasal dari introduksi hasil pemuliaan luar negeri.
Meski demikian, kebutuhan benih dalam negeri masih belum bisa dipenuhi. Data dari Ditjen Hortikultura menunjukkan ketersediaan benih sayuran dalam bentuk biji baru bisa mencapai 61% dibandingkan kebutuhan, sedangkan ketersediaan benih sayuran dalam bentuk umbi seperti kentang dan bawang merah malah masih di bawah 15%.
Khusus untuk benih kentang kita belum dapat mencukupi benih sumber dari varietas kentang untuk french fries dan terbatas untuk chip. Sedangkan untuk sayur yaitu varietas granola Indonesia sudah mampu memproduksinya. Salah satu faktor penyebabnya karena produsen benih yang berminat berusaha dalam industri benih kedua jenis sayuran ini masih terbatas.
Melihat kondisi itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Hari Priyono pun menggagas upaya untuk kemandirian industri benih nasional. Untuk itu menurutnya perlu pondasi produksi di dalam negeri yang kuat. Dia mengatakan bila pondasi produksinya ada di luar negeri maka berarti kemandirian pangan yang kita capai adalah semu.
“Oleh sebab itu apabila kita ingin membangun swasembada berkelanjutan maka tidak ada pilihan lain bahwa pondasi industri benih kita harus dibangun di dalam negeri,” tambah Sekjen Kementan ketika membuka Seminar Nasional Perlindungan Varietas Tanaman ke-5 di Surabaya, Jawa Timur.
Kebijakan yang mungkin diterapkan Kementan untuk itu adalah jangan sampai ketika investasi industri benih sudah masuk di dalam negeri, tiba-tiba ada kebijakan impor benih dengan harga yang rendah dan jumlah yang lebih massal (baca juga “Tinjau Ulang Kebijakan Perdagangan Benih”).