Berangkat dari Melbourne, Australia menggunakan pesawat MAS Cargo, sebanyak 9 ekor elite bull (pejantan terbaik) sapi red wagyu milik PT Sijiro International (Sijiro) – perusahaan patungan antara Mazda Wagyu International asal Australia dan pemerintah daerah Jawa Tengah yang fokus di pembibitan sapi red wagyu – itu sudah tiba di Indonesia sejak 1 Maret lalu. Elite bull berumur sekitar 1 tahunan itu kini sedang berada di instalasi karantina hewan sementara di Cianjur, Jawa Barat.
Setelah kedatangan elite bull itu, seperti diinformasikan Muladno yang konsultan pembibitan & genetik Sijiro, langkah berikut yang akan dilakukan Sijiro adalah mempersiapkan peralatan laboratorium untuk produksi semen beku, serta kandang untuk 100 ekor pejantan dan 300 ekor betina. Semua fasilitas Sijiro ini berlokasi di Temanggung, Jawa Tengah. Setelah semua fasilitas siap, baru lah Sijiro akan mendatangkan sapi red wagyu betina sebanyak 100 ekor, juga dari Australia. ”Datangnya kira-kira tahun depan. Tunggu kandang beres dulu,” kata professor ahli genetika ternak ini kepada TROBOS.
Lanjut Muladno, bila semua fasilitas siap dan sapi sudah datang, tahap selanjutnya adalah memproduksi semen beku. ”Produksinya ditargetkan sebanyak 3 juta semen beku per tahun. Semen-semen beku ini untuk kebutuhan pasar ekspor dan domestik. Harganya sekitar 300 ribu rupiah, ini hingga konsepsinya berhasil,” katanya.
Tak hanya memproduksi semen beku, Sijiro juga telah menarget untuk produksi embrio. ”Prosesnya, pejantan dan betina red wagyu yang sudah didatangkan tadi dikawinkan. Lalu embrio yang telah terbentuk dijual untuk ditransfer ke sapi betina lain. Embrio ini harganya sekitar US$ 3.000,” tutur Muladno. Terakhir, Sijiro juga akan menghasilkan sapi anakan yang nantinya akan dijual atau dijadikan sebagai replacement stock (stok pengganti). Khusus untuk sapi anakan jantan, bila akan dijual, dilakukan kastrasi terlebih dahulu.
Untuk memastikan silsilah keturunan sapi red wagyu Sijiro di Indonesia tertelusur (jelas recording-nya), kata Muladno, kesembilan elite bull itu masing-masing akan diberi nama, nama Indonesia. Nama-nama ini kemudian didaftarkan ke asosiasi sapi red wagyu di Australia. Seolah merangkum semua penjelasannya, kata Muladno, ”Jadi bisnis Sijiro ini adalah bisnis genetik. Fokus di semen beku, embrio, dan ternak murni. Kualitasnya tak akan berbeda dengan yang di Australia. Karena apa yang dilakukan di sana juga akan dilakukan di sini.”
Menarik Investor
Muladno berharap, apa yang dilakukan Sijiro ini bisa membuat investor asing lain tertarik untuk berinvestasi di pembibitan sapi di Indonesia. ”Investasi seperti Sijiro ini dapat meningkatkan perekonomian, menyerap tenaga kerja, dan sumber daya manusia pun jadi terdidik tentang pembibitan yang benar,” ujarnya.
Investasi serupa juga ada di pulau seberang, tepatnya di Lampung, PT Santosa Agrindo (Santori) terhitung sejak 2012 telah merintis usaha pembibitan sapi wagyu. Sedangkan penggemukannya telah dilakukan sejak 2010. Berbeda dengan Sijiro, sapi wagyu yang dikembangkan Santori adalah jenis black wagyu. Tutur Dayan Antoni - Asisten Presiden Direktur Santori, saat ini sudah ada 400 ekor bibit betina yang sedang bunting. Diperkirakan akan melahirkan pada awal Mei.
Kata Dayan, bibit-bibit betina itu didatangkan dari Australia, sedangkan semen beku yang digunakan untuk menginseminasi bibit betina tersebut ada yang didatangkan dari Australia dan Amerika Serikat. ”Bibit betina yang kami datangkan memang tidak tergolong superior, lebih pada bibit semi-komersial. Tapi semen beku yang kami datangkan dari Australia dan Amerika Serikat adalah kualitas terbaik,” jelas Dayan.
Dayan menilai, bisnis pembibitan sapi wagyu adalah bisnis yang bagus dan menguntungkan. ”Meski pembibitan itu tidak mudah dan biayanya mahal, tapi biaya mahal itu akan terbayar. Bandingkan dengan sapi lain, contohnya sapi brahman cross, ujung-ujungnya harga daging yang dijual akan sama dengan harga daging sapi biasa. Berbeda dengan daging sapi wagyu yang harganya premium. Apalagi daging sapi wagyu ini jadi tren baru di kota-kota besar di Indonesia,” bandingnya. Sebagai informasi, daging sapi wagyu keluaran Santori dijual seharga Rp 300.000 per kg-nya.
Secara jujur Dayan mengatakan, pembibitan sapi wagyu perusahaannya masih disubsidi, belum menguntungkan untuk saat ini. ”Meski demikian, kami punya komitmen jangka panjang. Kami melihat peluang masa depan dan harus dilakukan dari sekarang. Kalau tidak, akan bergantung dengan impor terus,” ia beralasan. Dayan berharap, usaha pembibitan yang baru dirintis ini kelak bisa mensubstitusi impor, bahkan bisa ekspor.