Oleh : DAA. Pertiwi
(POPT Ahli Muda Dinas Pertanian DIY)
Dewasa ini peningkatan pertumbuhan industri dan berkurangnya luas hutan menyebabkan melimpahnya Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer yang berakibat terjadinya pemanasan global. Pemanasan global ini berdampak pada perubahan iklim di seluruh belahan bumi yang ditandai dengan peningkatan suhu udara, kenaikan muka air laut, pergeseran musim, dan juga perubahan pola iklim ekstrem seperti El Nino dan La Nina.
Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat rentan dengan terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim ini mengancam ketahanan pangan di seluruh negara di dunia. Bagaimana tidak? Secara teknis, kerentanan tanaman sangat berhubungan dengan penggunaan lahan, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air dan varietas. Oleh sebab itu akan berimbas pada luas areal tanam, luas panen, produktivitas dan kualitas hasil.
Meningkatnya suhu udara mempengaruhi peningkatan laju pernafasan (respirasi) dan penguapan (transpirasi) sehingga meningkatkan konsumsi air. Selain itu juga meningkatkan perkembangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tertentu yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Peningkatan suhu udara ini juga mempercepat pematangan buah dan biji yang berakibat penurunan mutu hasil tanaman.
Untuk menyikapi kondisi tersebut diperlukan pengembangan upaya antisipasi dampak perubahan iklim terhadap ketahanan tanaman. Beberapa hal yang berkaitan dengan antisipasi yang paling penting dilakukan adalah pengembangan infrastruktur terutama jaringan irigasi, evaluasi tata ruang pengaturan lahan, pengembangan sistim informasi dan peringatan dini untuk banjir / kekeringan, metode pengelolaan lahan serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi / mitigasi perubahan iklim.
Cabe merah adalah salah satu komoditas sayuran penting yang banyak diusahakan oleh petani yang cukup berdampak dengan adanya perubahan iklim ekstrem ini. Luas pertanaman cabe dari tahun ketahun terus meningkat dan berkembang karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Pada umumnya cabe merah ditanam pada akhir musim hujan atau menjelang musim kemarau, dengan tujuan untuk menghindari kendala - kendala yang terjadi di musim hujan. Sementara pada musim kemarau, kemungkinan masalah yang timbul adalah terbatasnya ketersediaan sumber daya air sehingga terbatas dalam kuantitas, kualitas, waktu dan kebutuhan di lokasi pertanaman. Meskipun jaringan irigasi di Yogyakarta pada umumnya menggunakan saluran irigasi terbuka, sudah saatnya dikembangkan sistem irigasi lain yang tetap memperhatikan aspek kepraktisan (workability) dan kelayakan (feasibility). Salah satu sistem irigasi yang dapat digunakan untuk tanaman cabe adalah sistem irigasi pipa sederhana, dimana dengan mengembangkan sistem ini, dapat menghemat pemakaian air secara efektif dan efisien.
Keuntungan sistem ini adalah sedikit menggunakan air, air tidak terbuang percuma, dan penguapan pun bisa diminimalisir. Irigasi pipa sederhana ini bisa dijadikan pilihan cerdas untuk mengatasi masalah kekeringan atau sedikitnya persediaan air di lahan - lahan kering. Irigasi pipa sederhana ini dilakukan dengan tujuan untuk memanfaatkan ketersediaan air yang sangat terbatas secara efisien.
Prinsip dasar irigasi pipa sederhana ini adalah memompa air ke penampungan air (water torn) setinggi 3 meter dan mengalirkannya ke tanaman dengan perantara pipa dan selang yang dilubangi dengan jarak sesuai jarak antar tanaman. Penyiraman dilakukan sebanyak dua kali sehari, pagi dan petang selama 10 menit s/d 12 menit tergantung fase pertumbuhan tanaman. Sistem tekanan air rendah ini menyampaikan air secara lambat dan akurat pada akar - akar tanaman, tetes demi tetes.
Metode pengairan dengan irigasi pipa sederhana ini dilakukan dengan instalasi jaringan pipa air dengan menggunakan pralon PVC (polivinilchlorida) pada tiap bedengan tanaman. Komponen utamanya adalah pipa paralon dengan dua ukuran yang berbeda, selang plastik, manik - manik, pompa air dan tandon air. Pipa yang berdiameter lebih besar (3/4 inc) digunakan sebagai pipa utama, sementara yang lebih kecil (1/2 inc) digunakan sebagai pipa tetes. Pipa utama berfungsi sebagai pembagi air ke setiap pipa tetes. Pipa tetes diberi selang yang bermanik untuk meneteskan air ke setiap tanaman dengan jarak sesuai jarak antar tanaman. Pipa pralon tersebut dilubangi dengan boor diameter 4,5 mm dengan jarak yang disesuaikan dengan jarak tanaman. Dipasangkan nepel pada tiap lubang dengan lem menggunakan lem PVC. Selang aquarium sepanjang + 40 cm yang telah dipasang manik – manik pada ujungnya disambungkan pada nepel dan di arahkan ke masing - masing tanaman. Untuk mengalirkan air dari sumbernya diperlukan pompa air, juga dilengkapi krandan pipa konektor untuk sambungan. Pengairan atau penyiraman dilakukan sebanyak dua kali sehari, pagi dan petang dengan lama penyiraman tergantung fase pertumbuhan tanaman. Pada fase pertumbuhan penyiraman dilakukan selama 10 menit, pada fase pembungaan dan pembuahan 11 menit dan fase panen 12 menit. Dengan asumsi bahwa kebutuhan air per tanamanmenurutSuhadi M, pada fase pertumbuhan adalah 480 ml/tanaman, fase pembungaan / pembuahan 520 ml/tanaman dan fase panen sebanyak 540 ml/tanaman (sumber : Suhadi M, 2013).
Dibandingkan dengan penyiraman sistem semprot yang memerlukan jumlah air yang banyak, sistem pengairan pipa sederhana ini lebih menghemat air. Sistem semprot membutuhkan air yang sangat banyak sementara tanah tidak diberi waktu yang cukup untuk menyerap air. Hasilnya air akan lolos di permukaan mengakibatkan erosi. Irigasi pipa ini tidak membuang - buang air, tidak menyebabkan erosi dan sedikit air yang menguap sehingga cukup dapat menghemat air. Dan air memiliki waktu untuk menyerap ke dalam dan secara kapiler keseluruh area perakaran.
Demikian juga dengan kebiasaan petani yang melakukan penyiraman tanaman dengan menggunakan gembor berkapasitas 15 liter, yang dilakukan sebanyak 2 hari sekali. Satu gembor digunakan untuk menyiram 6 - 7 tanaman. Air yang digunakan untuk menyiram tanaman perbatang adalah 15 liter/7 tanaman sehingga per 1 batang tanaman menerima air air sebanyak 2,14 liter. Sedangkan kebutuhan air bagi tanaman cabai masing- masing fase pertumbuhan berbeda, agar air yang digunakan bisa optimal maka irigasi harus diatur sesuai dengan kebutuhannya. Irigasi yang sering dilakukan petani kebanyakan dengan menggunakan gembor. Dengan perlakuan tersebut kebutuhan air yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan irigasi pipa sederhana.
Penggunaan sistem irigasi pipa sederhana pada tanaman cabai yang sudah diterapkan oleh Kelompok Tani Karya Sejahtera desa Pampang kecamatan Paliyan kabupaten Gunung Kidul ini sangat mudah diterapkan pada petani cabe lainnya karena teknologinya sederhana dan cara pembuatannya mudah dengan harga yang relatif murah. Pertumbuhan tanaman pada penerapan irigasi pipa sederhana di kelompok tani tersebut dapat tumbuh dan berproduksi secara normal dibandingkan dengan perlakuan penyiraman dengan gembor yang biasa dilakukan petani. Penggunaan irigasi pipa sederhana dapat menghemat air irigasi yang dapat mencapai lebih dari 0,5liter per tanaman per hari, sehingga jika penghematan penggunaan air dilakukan akan meningkatkan luas areal tanaman. Dengan estimasi biaya instalasi yang dilakukan oleh kelompok tani sebesar Rp.920,-/batang dengan luasan 50 m2 jarak tanam 50mx70m dan populasi 128 batang tanaman cabe. Apabila harga cabe Rp.15.000,-/kg, maka biaya instalasi irigasi pipa setara dengan produksi cabe sebesar 0,06 kg. Suatu biaya instalasi yang cukup murah untuk mendapatkan hasil yang tinggi.
Oleh karena itu, tunggu apalagi?
Sistem irigasi pipa sederhana ini cepat, mudah dirakit dan dapat dipergunakan berulang kali. Dalam kondisi iklim yang tidak menentu dan ketersediaan air yang sangat terbatas, kenapa tidak kita coba mengembangkan teknologi pengairan dengan pipa sederhana pada budidaya tanaman cabe terutama di musim kemarau.
Sumber :
- 1.Petunjuk Teknis PPDPI 2016. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, 2016.
- 2.Kegiatan Kajiterap Adaptasi / Mitigasi DPI Pada Komoditas Cabe. UPTD BPTP Dinas Pertanian DIY, 2015.
- 3.Suhadi M, 2013. Rancang bangun sistem irigas ialur (furrox irigation) FakultasTehnik Pertanian UGM Yogyakarta