Terjadinya kenaikan harga beras yang mencapai 30% pada bulan Februari 2015, memunculkan silang pendapat di berbagai kalangan antara lain adanya mafia beras yang mempermainkan harga, adanya Cadangan Beras Nasional (CBN) yang sudah menipis, terbatasnya penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin), dll. Padahal data
BPS menunjukkan bahwa kenaikan harga beras yang mencapai 10% itu hanya di beberapa kota seperti Manado, Kudus, Bandung, dan Banyuwangi. Sedangkan untuk 82 kota lainnya rata-rata kenaikan beras hanya berkisar kurang 3%, tetapi kenaikan
beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) mencapai 21%. Sedangkan pemberitaan di media massa kenaikan beras mencapai 30%. Apa yang terjadi ?
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) di Bogor (2/3) yang meambahas tentang “Melambungnya Harga Beras dan Solusi Pengendaliannya”. Dalam FGD tersebut menghadirkan pembicara dari BPS Yunita Nursanti, M. Stat., Direktur Statistik Harga BPS. Dr. Rusman Heriawan dan Prof. Dr. Achmad Suryana Peneliti dari PSEKP.
Beberapa analisa yang muncul tentang kenaikan harga beras antara lain disebabkan oleh stok beras Bulog hanya 1,4 juta ton, lebih rendah dari tingkat aman 2 juta ton. Namun beberapa pedagang tidak yakin bahwa jumlah tersebut benar adanya, hal ini didasari oleh informasi yang mereka terima mengenai jumlah cadangan beras nasional tersebut belum dapat divalidasi.
Rata-rata pemasukan beras per hari di Pasar Induk Beras Cipinang selama bulan Februari di bawah batas minimal aman yakni dibawah 2.000 ton, sementara kondisi pemasukan dianggap aman apabila per hari sekitar 2.500 ton – 3.000 ton. Demikian pula Raskin yang tidak disalurkan sejak November 2014 s.d. Februari 2015 sehingga menambah demand beras di Pasar Umum. Dari sisi produksi, panen bulan Januari-Februari masih sporadis dengan produktivitas rendah akibat musim hujan. Terlambatnya tanam juga menyebabkan mundurnya panen raya, yang umumnya panen raya dilakukan di bulan Februari-Maret menjadi Maret-April 2015. Pernyataan Pemerintah bahwa Pemerintah tidak akan impor beras juga mempengaruhi psikologis Pedagang dan juga masyarakat umum.
Hasil FGD atas permasalahan tersebut berupa rekomendasi untuk mengendalikan situasi kenaikan harga, beberapa diantaranya yakni mendorong BULOG untuk tidak ragu melepas cadangan/stok berasnya hingga mampu mempengaruhi harga. Juga agar segera melakukan Operasi Pasar di kota-kota yang menunjukkan peningkatan harga beras di atas 5 persen dalam sebulan, terutama di Jakarta. Raskin agar kembali disalurkan, dan pemerintah diharapkan secara masif menginformasikan dan membangun kepercayaan masyarakat bahwa program Upaya Khusus (UPSUS) akan mampu meningkatkan produksi padi/beras nasional.
Sumber : (http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/one/2115/ )