Tumbuhan Santigi atau yang bernama latin (Phempis Accidula) memang sudah tak asing lagi bagi para penggemar bonsai. Tanaman perdu pantai asli Indonesia ini banyak diminati untuk dijadikan tanaman bonsai karena karakter cabang yang indah serta mempunyai kesan tua. Saat dibonsai, batang pohonnya bisa membesar di bawah 'ngebung' serta berkelok-kelok. Daunnya bisa mengecil, sehingga bonsai santigi ini seperti miniatur pohon yang besar dan tua di alam bebas.
Namun untuk membonsai Santigi tidaklah mudah. Diperlukan pemahaman yang mendalam soal karakter tanaman ini, serta harus betul-betul paham perlakuan (treatment) selama proses membonsai. Sumpeno (65) warga Kranggan Baru Jogotirto Berbah Sleman, merupakan salah satu penggemar bonsai yang sudah puluhan tahun membonsai santigi. Berawal dari hobi membonsai, akhirnya ia jatuh hati pada santigi, dan lebih banyak mengerjakan santigi untuk dijadikan bonsai. "Membonsai sudah menjadi hobi dan kesenangan saya, terutama santigi," kata Sumpeno saat ditemui KR di kediamannya, Selasa (4/11). Dengan segudang pengalaman dan pengetahuan seputar bonsai santigi, dikalangan pecinta bonsai, Sumpeno dijuluki Raja Santigi.
Sumpeno mengatakan, dulu tanaman santigi ini banyak ditemui di sepanjang pantai selatan Jawa termasuk DIY. Namun sekarang sudah habis. Untuk mencari santigi, orang harus ke luar Jawa. Santigi ini masih banyak terdapat di pantai Sumatera, Sulawesi, Papua dan NTT. Dengan keunggulan yang dimiliki santigi, banyak penggemar bonsai luar negeri yang berburu santigi di Indonesia. Karena sulitnya mendapatkan santigi, tak jarang ia melakukan cangkok atau mengembangkan dari biji. Harga bonsai santagi pun sangat fantasti. Sumpeno pernah melepas santigi miliknya dengan harga Rp 100 juta. Sedangkan bonsai santigi yang masih belum jadi (bahan mentah) harganya berkisar Rp 25-30 juta
Bagi penghobi bonsai seperti Sumpeno, merawat bonsai sudah menjadi aktivitas kesehariaannya. Yang terpenting harus diperhatikan pertumbuhan daun dan cabangnya. Saat memindahkan tanaman santigi ke dalam pot, itu merupakan fase kritis bagi santigi. Sumpeno menyarankan pemindahan santigi dari alam ke dalam pot dilakukan 1 minggu setelah santigi menyesuaikan dengan lingkungan barunya. Jika itu tidak dilakukan, tumbuhan santigi tersebut akan stres dan persentase kematian akan tinggi. "Santigi itu tumbuhan pantai, jadi butuh adaptasi di lingkungan barunya," katanya.
Kemudian, pot yang akan dijadikan tempat penanaman santigi adalah pot yang dangkal. Menurut Sumpeno, pot ini sangat menentukan nilai estetika dan keindahan dari bonsai. Maka, ia pun memutuskan untuk membuat pot sendiri sesuai dengan kebutuhan bonsai yang dikerjakan. "Agar santigi bisa kerdil maka media harus dipersempit," tuturnya.
Sumpeno juga selalu menggunakan pasir Malang sebagai media tanamnya, karena memiliki karakter yang ringan dan kropos. Meskipun terlihat kering, pasir Malang ini masih menyimpan air. "Kalau tidak pakai pasir Malang, mending tidak usah membonsai," jelasnya. Untuk mendapatkan daun yang kecil serta cabang yang indah, setiap 6 bulan sekali santigi harus dipangkas atau prunning. Yakni penghilangan beberapa bagian tanaman, seperti pada daun, tangkai dan ranting. Sebelum tumbuh tunas, bonsai santigi ini di tutup dengan plastik atau digreenhouse agar terhindar dari sengatan matahari. Setelah tumbuh tunas, plastik penutup tersebut dilubangi dan secara bertahap dibuka.
Penyiraman tanaman bonsai santigi dilakukan secara rutin menggunakan air biasa, sesekali Sumpeno meyiram dengan air garam. Untuk pupuk, sumpeno menggunakan kotoran kambing yang direndam dalam air, air rendaman itu kemudian disiramkan ke tanaman bonsai. Pemupukan biasa ia lakukan 3 bulan sekali. Kemudian untuk membentuk bonsai, cabang-cabangnya diarahkan dengan cara dikawat. Agar batang bonsai bisa 'ngebong' (membesar) batang perlu dipecah. "Hobi bonsai ini tidak membosankan, karena bentuk bonsai ini bisa kita ubah-ubah," katanya.
Banyak unsur yang mempengaruhi bonsai sehingga dikatakan bagus. Menurut Sumpeno penilaian bonsai meliputi penampilan, termasuk keseimbangan visual, realitas alam serta penjiwaan. Kemudian unsur alurnya. Ada juga keserasian, penampilan karakter tekstur kulit atau kayu, serta keseimbangan anatomi (ukuran bonsai) dan lain-lain. (Devid Permana)
Sumber : (http://krjogja.com/read/237283/bonsai-santigi-diburu-karena-tua.kr)