Ketersediaan dan penggunaan sarana budidaya hasil teknologi tinggi yang sudah mapan dan terbukti sangat efektif antara lain pompa air, aerator, obat-obatan (bukan antibiotik), probiotik, bioflok, imunostimulan, vaksin, dan biosekuriti sangat dianjurkan. Sarana tersebut sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas air, daya dukung, kesehatan ikan dan lingkungan, efisiensi pakan, serta produktivitas usaha budidaya. Semakin tinggi tingkat teknologi semakin memerlukan sarana tersebut, karena padat tebar tinggi maka risiko terkena wabah penyakit juga meningkat.
Biosekuriti dan vaksinasi saat ini telah menjadi program nasional bahkan global untuk pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan. Biosekuriti sangat efektif untuk mencegah masuk ke dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan (HPI) ke dan dari suatu unit budidaya. Vaksinasi yang dilakukan dengan benar juga telah terbukti sangat efektif untuk meningkatkan daya tahan ikan terhadap serangan HPI dengan demikian dapat meningkatkan laju sintasan (survival rate atau SR), pertumbuhan,dan efisiensi pakan.
Disamping itu vaksinasi juga dapat menggantikan antibiotik, sehingga produk budidaya aman terhadap kesehatan konsumen karena tidak mengandung residu antibiotik. Hal ini menjadi salah satu syarat ekspor yaitu food safety atau keamanan pangan.
Disamping hal-hal tersebut di atas pembudidaya juga harus menerapkan manajemen produksi dan manajemen usaha budidaya yang tepat. Yang terpenting dalam manajemen produksi adalah menentukan padat tebar sesuai daya dukung dan skala atau target produksi, mengatur jadwal tebar dan panen.
Wabah penyakit sering timbul berhubungan dengan musim. Pada saat musim kemarau sekitar Juli sampai September sering timbul berbagai penyakit yang bersifat endemik dan oportunistik. Contohnya Aeromonas hydrophila (MAS), Pseudomonas sp. (BHS),Mycobacterium sp (Mycobacteriosis), dan Ichthyophthirius multifilis (Ich).
Hal ini karena persediaan air terbatas sehingga kualitas air menurun serta bersamaan dengan rendahnya suhu air. Dibelahan bumi selatan Indonesia musim kemarau bersamaan dengan musim “dingin” (Jw : bediding). Penurunan suhu udara akan menurunkan suhu air, akibatnya menjadi ikan stres, nafsu makan dan daya tahan tubuh menurun.
Usaha menaikan suhu air dapat mencegah timbulnya penyakit antara lain dengan aliran air, naungan atau menutup bak atau membangun tempat budidaya dalam ruangan terutama untuk pembenihan, pendederan dan penggelondongan, serta aklimatisasi dan adaptasi benih sebelum ditebar. Pemberian imunostimulan seperti vitamin C, atau beta glucan juga dapat membantu meningkatkan daya tahan seluler yang bersifat non spesifik, tetapi harus diberikan secara periodik (setiap minggu sekali).
Manajemen usaha budidaya terutama ditujukan untuk menentukan target produksi, jadwal tebar dan panen sesuai dengan pasar agar harga jual ikan tidak menurun karena kelebihan pasokan (supply) dibanding kebutuhan pasar (demand). Dengan demikian Pola Budidaya Ikan Sehat PBIS tidak saja menjamin kesehatan ikan dan lingkungan tetapi juga berperan dalam menjamin kesehatan usaha perikanan budidaya.
Pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan harus menjadi bagian dari pengelolaan usaha budidaya sejak persiapan sampai panen. Selama ini pada umumnya pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan lebih ditekankan untuk penyembuhan penyakit setelah ada wabah bukan bagian dari kegiatan rutin budidaya. Padahal pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan mencakup pencegahan, penyembuhan,dan pemberantasan HPI.
Catatan tentang wabah penyakit juga sangat penting dalam pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan. Dengan data dan informasi yang baik tentang sejarah timbulnya penyakit, wabah penyakit dapat diprediksi dan dicegah karena pembudidaya telah siap apabila itu terjadi. Karena secara umum beberapa penyakit akan terjadi berulang- ulang sesuai musim dan pola budidaya, sehinggga pembudidaya dapat mengantisipasinya.
Kecuali untuk HPI eksotik (dari luar daerah atau negara) karena kesalahan pembelian benih (tidak SPF) dan kesalahan prosedur karantina pada saat impor. Disamping pencegahan, penyembuhan dan pemberantasan HPI, manajemen kesehatan ikan dan lingkungan sebaiknya juga diintegrasikan dengan pemulihan pasca wabah. Hal ini penting, agar pembudidaya tetap yakin dan mampu pulih kembali setelah serangan wabah penyakit.
Bagi yang ingin membuka usaha baru, perlu mencari lokasi yang sesuai, layak dan sehat yaitu terletak di kawasan atau zona bebas HPI endemik berbahaya atau yang risikonya dapat diatasi (allowable level of risk/ALOR, atau allowable level of protection/ALOP). Jika tidak ada kawasan bebas HPI berbahaya dapat menggunakan kawasan endemik yang mempunyai risiko rendah, dengan menerapkan biosekuriti dengan level yang lebih tinggi dan vaksinasi untuk ikan atau imunostimulan untuk udang, atau menggunakan sistem resirkulasi.
Untuk melindungi kesehatan ikan dan lingkungan baik di unit usaha maupun kawasan budidaya perlu dibentuk kelompok pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan karena masalah penyakit ikan bukan hanya merupakan masalah individu tetapi telah menjadi masalah kawasan, nasional, regional bahkan global. Akan lebih baik apabila di kawasan budidaya didirikan pusat pelayanan kesehatan ikan dan lingkungan yang mempunyai laboratorium keliling.
Pembentukan jejaring kerja sama antar pembudidaya dengan seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan. Lembaga yang sangat terkait dan bertanggung jawab dengan pengelolaan kesehatan ikan dan lingkungan adalah dinas perikanan, direktorat kesehatan ikan dan lingkungan, perguruan tinggi, karantina ikan, laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan. Dengan demikian kesehatan ikan dan lingkungan di kawasan budidaya dapat terus terpelihara secara berkelanjutan.