Uwi atau water yam (Dioscorea alata) adalah tanaman pangan umbi-umbian nomor empat dunia setelah kentang, ubikayu, dan ubijalar. Aslinya spesies yang termasuk genus Dioscorea (ubi-ubian/yam) ini berasal dari Asia Tenggara. Persebarannya di bumi lebih luas dibanding tanaman ubi-ubian lainnya sehingga menyandang nama greater yam.
Uwi merupakan salah satu bahan pangan tertua di dunia. Di daerah asalnya, produksi dan pemanfaatan uwi hasil budidaya tidaklah menonjol, tetapi masih ada yang menggunakannya sebagai makanan pokok. Di Afrika, ubi-ubian termasuk uwi merupakan salah satu makanan pokok utama. Kini hampir semua produksi uwi dunia berasal dari Afrika. Di Indonesia tidak ada data statistik nasional produksi, tetapi tercatat adanya budidaya dan pemanfaatannya sebagai bahan pangan beberapa daerah.
Dioscorea alata adalah tanaman perdu semusim yang merambat dari famili Dioscoreaceae. Tanaman ini umumnya memiliki umbi dengan kulit warna kecoklatan sedangkan daging berwarna ungu, ada juga yang berwarna putih gading. Budidayanya paling sesuai di lingkungan iklim tropis dengan suhu 25-30oC, namun sudah berkembang pula di daerah subtropis. Umbi dipanen setelah umur tanaman 8-10 bulan.
Umbi biasanya tunggal dan dikonsumsi melalui perebusan, pengukusan, pembakaran, penggorengan. Dalam zaman modern dijadikan tepung yang dapat mensubstitusi tepung-tepung pati lainnya dalam pengolahan aneka macam produk kuliner. Secara tradisional D. alata digunakan pula sebagai bahan obat untuk pencahar, melawan cacing, perawatan demam, gonorea, lepra, tumor dan hemorrhoid. Belakangan, hasil-hasil penelitian ilmiah menemukan potensi uwi untuk pengendalian diabetes, penyakit-penyakit kardiovaskuler, kanker, meningkatkan jumlah koloni bakteri berguna dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam usus, dan menghambat proses oksidasi oleh lipopolisakarida. Selain itu getah umbi uwi dapat digunakan sebagai pestisida ramah lingkungan.
Mengendalikan Diabetes
Satu tinjauan literatur karya Ratri Tri Hapsari dari Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi, Malang, menyimpulkan bahwa D. alata merupakan tanaman lokal yang prospektif untuk dapat dijadikan sumber pangan fungsional.
Alasannya didasarkan pada beberapa keistimewaan kandungan nutrisi umbi uwi. Kandungan protein lebih tinggi dibanding ubi-ubian tropis lainnya, kandungan karbohidrat cukup tinggi tetapi kadar gula rendah. Selanjutnya kandungan serat makanan tinggi, kandungan gluten rendah, dan kandungan berbagai mineral yang tinggi. Pada basis per 100 g berat kering uwi, kandungan protein kasar 6,7%, karbohidrat 81,6-87,6%, vitamin C 16,7-28,4 mg, Ca 190-380 mg, Na 190-340 mg, K 29,2-80,2 mg, Cl 24,3-97,2 mg, serat makanan total 9,37 g, serat makanan terlarut 0,76 g, total fenolik 0,68 g, dan flavonoid 1,21 g.
Hapsari melihat beberapa faktor yang mengindikasikan kepentingan Indonesia untuk mengembangkan produksi uwi dan pemanfaatannya sebagai bahan pangan alternatif. Selain dalam konteks diversifikasi pangan, juga untuk menghadirkan pilihan baru pangan fungsional, khususnya untuk pencegahan dan pengendalian penyakit diabetes. Penyakit diabetes merupakan salah satu penyakit serius di Indonesia dengan jumlah penderita nomor empat di dunia. Diperkirakan pada tahun 2020 penderita diabetes di Indonesia bisa mencapai 3,9 juta orang.
Pangan berbahan uwi dapat membantu pengendalian diabetes karena kadar gulanya rendah dan indeks glikemik (IG) juga rendah sekitar 22-24. Kandungan amilosa dan serat makanan juga tinggi sehingga baik untuk dikonsumsi penderita diabetes.
Selain itu, kadar gluten yang rendah baik untuk konsumsi anak berkebutuhan seperti penderita autis. Untuk menghadapi penyakit kardiovaskuler oleh aterosklerosis pada arteri koroner, dilaporkan bahwa tepung uwi memiliki efek anti hiperkolesterolemia sehingga dapat menghambat pertumbuhan plak aterosklerosis.
Layak Dikembangkan
Data FAOSTAT 2014 menunjukkan produksi uwi dunia tahun 2012 mencapai 56,5 juta ton, 96,2% dihasilkan Afrika. Negara produsen yang paling besar sendiri adalah Nigeria dengan produksi 38 juta ton, disusul Ghana, Pantai Gading, Benin dan Togo. Di luar Afrika yang menonjol adalah Colombia sebanyak 361 ribu ton. Lainnya adalah Pilipina 16 ribu ton dan Portugal sebanyak 2 ribu ton dst .
Keragaman genetik genus ubi-ubian di Indonesia cukup kaya dan masyarakat mengenalnya sejak dahulu kala. Spesies uwi sendiri masih dibudidayakan secara kecil-kecilan atau sambilan di beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku. Di berbagai daerah tanaman genus ubi-ubian merupakan tanaman liar atau ditanam secara tidak konsisten.
Pemanfaatan umbi uwi di Indonesia masih terbatas, belum tercatat adanya pengembangan produk berbahan uwi melalui penepungan. Di negara tetangga Pilipina, uwi ungu sangat populer sebagai bahan pembuatan selai, cake, es krim, dan kue-kue tradisional. Di Afrika uwi sudah meningkat menjadi tanaman industri penepungan untuk berbagai makanan olahan
Pemanfaatan uwi untuk lebih memperkaya diversifikasi pangan dan pilihan makanan sehat di Indonesia cukup terbuka. Tepung uwi dapat dikombinasi dengan tepung lain untuk pembuatan banyak ragam makanan olahan modern seperti cake, flakes, muffin, mie, bihun, kue kering, roti dengan aroma dan ras khas uwi, sekaligus bersifat pangan fungsional. Budidaya tanaman uwi juga relatif mudah, tidak memerlukan perawatan khusus.
Diakui bahwa masa dormansi umbi uwi cukup lama, tetapi untuk penyediaan bibit sudah ada teknik yang dapat mempersingkat masa dormansi menjadi satu bulan. Diperlukan pula perbaikan genetik terhadap uwi agar memiliki bentuk umbi seragam dan kandungan nutrisi yang baik untuk mempermudah proses pengolahan.
SUMBER : http://tabloidsinartani.com/read-detail/read/uwi-pangan-fungsional-yang-prospektif/