Kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman perkebunan yang cukup penting di D.I. Yogyakarta. Perkebunan rakyat kakao saat ini melibatkan 27.876 orang petani.namun kepemilikan rata-rata hanya 0,18 Ha/orang sehingga pengelolaan tidak efisien. Perlu terobosan untuk mengoptimalkan potensi perkebunan kakao dengan pengembangan klaster agribisnis berbasis kawasan. Pengembangan ini disebut dengan Model Desa Kakao.
Model desa kakao merupakan klaster agribisnis perkebunan dengan komoditas kakao yang diproduksi hingga produk olahan berstandar, terintegrasi dengan komoditas lain sebagai tanaman penaung dan sela yang produktif, ternak sebagai bagian dari solusi pengolahan limbah serta mempunyai nilai tambah wisata di dalamnya. Model desa kakao menerapkan the best farmer, the best on farm dan the best off farm dalam pengembangannya.
Pengembangan Model Desa Kakao dilaksanakan di Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo. Lokasi di kedua kabupaten itu adalah :
1. Kabupaten Kulon Progo
- a.KT Ngudi Mulyo, Banjaran, Banjaroya, Kalibawang
- b.KT Ngudi Rejeki, Slanden, Banjaroya, Kalibawang
- c.KT Ngudilestari, Pantog wetan, Banjaroya, Kalibawang
- d.KT Rukun Abadi, Pantog Kulon, Banjaroya, Kalibawang
2. Kabupaten Gunungkidul
- a.KT Sidodadi, Gumawang, Putat, Patuk
- b.KT Ngudi Subur, Plumbungan, Putat, Patuk
- c.KT Ngudiraharjo II, Plosokerep, Bunder, Patuk
- d.KT Sarimulyo, Gambiran, Bunder, Patuk
A. Budidaya Kakao Multi Komoditas
Pengelolaan kakao yang baik dimulai dari pembangunan kebun yang ideal sesuai dengan kondisi dan kebutuhan petani. Untuk mendapatkan hasil optimal, memerlukan perlakuan intensif. Penanaman benih unggul ditunjang rekayasa lingkungan dan pemeliharaan yang baik. Kakao membutuhkan lingkungan tumbuh bernaungan untuk mengurangi intensitas cahaya.
Petani kakao di D.I. Yogyakarta memiliki rata-rata kepemilikan lahan sempit. Lahan sempit diharapkan mampu menghasilkan produk beragam utuk memperoleh pendapatan lebih besar. Oleh karena itu penerapan budidaya kakao sistem multi komoditas menjadi pilihan tepat diterapkan di perkebunan rakyat D.I. Yogyakarta. Penanaman kakao di lahan memerlukan pemilihan naungan yang tepat. Pemilihan naungan memperhatikan beberapa aspek seperti interaksi dalam pencarian faktor tumbuh cahaya, air dan unsur hara (kompetisi interspesifik), pengaruh terhadap OPT dan nilai ekonomi. Tanaman penaung kemampuan memberikan naungan kepada kakao sehingga pencahayaan ideal, tanaman bukan merupakan inang OPT dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Tanaman rekomendasi yang sesuai utuk ditanaman penaung diantaranya kelapa, durian dan petai.
Tanaman kelapa memang lazim digunakan sebagai tanaman penaung pada perkebunan kakao. Kelapa memiliki berbagai keunggulan antara lain tahan kering dan tidak menggugurkan daun ketika kemarau sehingga intensitas penaungan stabil sepanjang tahun, tahan terhadap angin kencang karena sehingga dapat sebagai pemecah angin, dan sebagai inang semut sebagai pengendali Heliopeltis. Tanaman kelapa memberikan hasil yang cukup baik sehingga tanaman ini cukup disukai petani kakao.
Durian menjadi salah satu primadona tanaman hortikultura bagi petani Kulon Progo dan Gunung Kidul. Nilai ekonomi tinggi mampu memberikan hasil lebih baik dari lahannya. Kulon Progo sendiri memiliki varietas unggul durian menoreh kuning yang telah dilepas Menteri Pertanian melalui SK Menteri Pertanian No. 316/kpts/SR.120/5/2007. Durian ini digemari mayarakat karena rasa daging buah manis legit dan tekstur daging buah berserat halus. Potensi produksi cukup tinggi 300-500 buah per pohon/tahun.
Alternatif tanaman penaung lain yang dinilai sesuai untuk tanaman kakao di lokasi model desa kakao adalah petai (Parkia speciosa). Tanaman petai banyak ditemui di lahan petani. Petani sendiri disukai petani untuk dibudidaya dengan hasil dan harga cukup baik terutama pada musim panen kecil (bulan Juli-September).
Budidaya kakao multikomoditas tidak hanya pada tanaman penaung namun juga pada tanaman sela. Tanaman sela menggunakan jenis tanaman pangan dan biofarmaka. Tanaman pangan yang dapat digunakan sebagai tanaman sela tersebut seperti talas, dan empon-empon seperti jahe, lengkuas, kunyit dan lain sebagainya.
Membudidayakan tanaman beragam pada satu lahan membutuhkan pengaturan supaya mendapatkan hasil optimal. Kakao menjadi tanaman utama sehingga penanaman tanaman lain diupayakan mendukung tanaman utama atau setidaknya tidak mengganggu. Tanaman naungan diatur dengan jarak tanam tepat sehingga radius perakaran tidak saling beririsan dan memberikan efek naungan dengan cahaya diteruskan ke bawah tajuk berkisar 60-80%.
Jarak tanaman kelapa dengan kakao harus diperhatikan. Mengingat konsentrasi perakaran kelapa terletak pada radius 2 m dari pokok pohon, maka jarak minimum tanaman kakao dari pokok kelapa adalah 3 m. Walaupun akar lateral tanaman kakao tumbuh ke samping sampai batas tajuk tanaman, tetapi distribusi akar yang terbanyak sampai jarak 90-120 cm dari pokok tanaman. Thong dan Ng juga menyatakan 89% akar lateral kakao terdapat dalam radius 92 cm dari pokok pohon. Karena itu jarak kakao ke tanaman kelapa selebar 3 m tersebut dipandang cukup optimal.
Perakaran durian berbeda dengan kelapa. Distribusi akar durian (60%) dari panjang total akar berada pada radius 60 cm dari tajuk dan 0-30 cm dari permukaan tanah (Lim, 1996). Namun demikian dengan mempertimbangkan lebar dan intensitas tajuk jarak minimal antar pokok kelapa dapat diberlakukan sama dengan kelapa.
Pengembangan model desa kakao multi komoditas telah diterapkan oleh petani sejak awal penanaman kakao. Kakao ditanam pada lahan yang sudah terdapat tanaman tahunan di dalamnya. Berbagai jenis tanaman ditanam bersama dengan kakao.
Langkah yang diambil untuk mewujudkan budidaya multi komoditas yang baik adalah mengurangi jumlah tanaman naungan. Tanaman naungan tidak produktif ditebang menyisakan tanaman naungan sesuai dengan berbagai aspek diatas.
Pengurangan tanaman ini diupayakan komposisi antara tanaman utama dan penaung seperti pada pembangunan kebun dengan pola tanam standar. Pada penanaman kebun kakao normal, dalam 1 Ha terdapat 1.000 tanaman kakao dan sekitar 100 tanaman naungan. Sehingga dapat dikatakan setiap 10 tanaman kakao terdapat 1 tanaman penaung.
Peningkatan produktivitas dilakukan dengan perlakuan dan pemeliharaan sesuai kebutuhan kebun. Apabila produktivitas tanaman menurun disebabkan umur sudah tua namun masih cukup kokoh, tanaman muda namun kondisi tanaman rusak atau tanaman baik namun klon tanaman tidak unggul maka perlu rehabilitasi. Rehabilitasi tanaman kakao dapat dilakukan teknik sambung samping dan sambung pucuk.
Rehabilitasi tidak efektif untuk kebun dengan kondisi produktivitas menurun karena secara merata tanaman sudah terlalu tua dan serangan OPT berat. Kebun seperti ini membutuhkan peremajaan. Tanaman kakao diganti tanaman baru, baik keseluruhan maupun bertahap.
Perlakuan berbeda diberikan untuk kebun produktif namun kerapatan tanaman kurang jumlah ideal. Perlu dilakukan pengutuhan tegakan agar lahan mendapatkan kerapatan optimal. Pemilihan benih penting diperhatikan. Gunakan benih dari klon unggul anjuran, potensi produksi tinggi dan tahan terhadap serangan OPT yang kerap menyerang kebun disekitarnya
Perlakuan terhadap kondisi kebun ditunjang optimalisasi pemeliharaan melalui pola PSPsP (pemupukan, sanitasi, panen sering dan pemangkasan) dan pengendalian OPT. Pemeliharaan ini membutuhkan konsistensi dari petaniuntuk terus melaksanakan.
Pelaksanaan pemeliharaan dilaksanakan petani secara individu dan kelompok. Pemeliharaan harian menjadi tanggunjawab petani pengelola kebun. Pemeliharaan berkelompok dilaksanakan petani tiap minggu sesuai kesepakatan kelompok. Pemeliharaan berkelompok merupakan sebuah kearifan lokal petani untuk memelihara kebun kakao. Gotong royong pemeliharaan bergilir disebut petani sebagai “hari kakao”.
B. Kakao Fermented Dengan Kualitas SNI
Kakao dengan standar SNI telah diatur dalam SNI 2323-2008/Amd 1 tahun 2010. Pengolahan untuk mencapai standar SNI dilakukan sesuai tahapan : Panen buah kakao masak, sortasi buah kakao, pemeraman/penyimpanan buah, pemecahan buah kakao, sortasi biji kakao basah, fermentasi biji kakao, perendaman dan pencucian pengeringan, sortasi biji kakao kering, pengemasan dan penyimpanan.
Untuk dapat melaksanakan proses dengan baik diperlukan sarana yang memadai. Sarana utama penunjang proses pengolahan kakao berstandar SNI adalah Unit Pengolah Hasil (UPH) terpusat di kelompok tani. UPH dalam suatu wilayah terpusat dalam 1 kelompok tani bertujuan untuk mendapatkan jumlah bahan baku optimal dalam proses fermentasi sesuai dengan kapasitasnya.
Produksi kakao berkualitas SNI memberikan keuntungan lebih bagi petani. Penjualan kakao berupa kakao fermentasi melalui pengepul mendapatkan harga yang lebih baik. Kelebihan lain jika dibuat bahan olahan, hasil produksi olahan kakao yang dihasilkan unit usaha pengolahan di Model Desa Kakao memiliki kualitas tinggi.
C. Pengolahan Limbah Kakao
Pengolahan limbah kakao merupakan upaya untuk memberikan nilai tambah bagi petani. Upaya ini dilakukan dengan unit pengolahan limbah kakao, integrasi kakao-ternak dan diversifikasi produk pangan dari limbah kakao.
Unit pengolahan limbah kakao menyediakan pupuk organik dengan bahan baku berasal dari limbah hasil pengelolaan kebun kakao. Pupuk organik ini digunakan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman. Pengomposan dapat mempercepat penyediaan unsur hara bagi tanaman dibandingkan mengembalikan bahan organik segar ke tanah tanpa pengolahan.
Pemanfaatan limbah kakao sebagai pakan ternak telah lama diterapkan petani meskipun dengan teknologi sederhana. Limbah kakao segar langsung dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Input teknologi pengolahan pakan ternak dapat meningkatkan mutu dan kadar nutrisi pakan dari limbah kakao. Limbah lain seperti pulpa atau lapisan selubung biji kakao dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan layak konsumsi sepeti industri nata de cocoa.
D. Agrowisata Perkebunan Berbasis Kakao
Terwujudnya agrowisata perkebunan berbasis kakao merupakan upaya pengembangan model desa kakao. Lokasi perkebunan yang layak menjadi objek wisata tentunya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan perkebunan lain. Paket wisata berupa atraksi kebun dan pengolahan hasil dapat dikemas menarik dilengkapi dengan penyediaan cinderamata hasil olahan produk kakao khas desa kakao.
Pustaka
Hatmi, R.U dan Rustijarno, S. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju Sni Biji Kakao 01-2323-2008 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Yogyakarta
Lim, T.K., 1996, Durian, Agnote Nothern Terretory of Australia, Agdex 238:10. http://www.smecda.com/Files/Budidaya/pengemb&pengolahan_kakao.pdf
Pusat Peneitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Buku Pintar Budidaya Kakao,, Agromedia Pustaka, Jakarta
Penulis : Wahyu Abidin Shaf, SP / Pengawas Benih Tanaman / Dinas Kehutanan dan Perkebunan D.I. Yogyakarta