Permintaan daging kelinci terus bertambah, salahsatunya untuk memenuhi pengusaha warung sate kelinci atau produk olahan kelincilainnya. Di sisi lain pasokan kelinci pedaging dari para peternak belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. masih terbatasnya jumlah bibit atau anakan kelinci yang untuk dibesarkan menjadi salahsatu alasannya.
Menurut Ketua Asosiasi Peternak Kelinci Indonesia (Apkin), Seharusnya Indonesia mempunyai minimal 40 - 50 ribu ekor indukan, sehingga bisa produksi 5.000 – 8. 000 ekor per hari. Untuk mencapai target itu, lanjut Asep, dibutuhkan pengembanganmini breeding center (pusat pembibitan) di berbagaiwilayah sentra kelinci dengan minimal populasi indukan sebesar 500 – 1.000 ekor sehingga tidak ada monopoli. “Untuk standar kualitasnya bibitnya pemerintah yang menentukan,” jelasnya.
Peternak kelinci asal Lembang, Bandung, Jawa Baratini, mengakui,bibit kelinci pedaging masih susah didapatkankarena pembibitan di masyarakat belum terarah. Akibatnya, bahan baku untuk olahan daging kelinci sulit diperoleh.”Karenaitu perluadanya breeding center yang arahnya khusus kepada kelinci tipe pedaging,” harapnya.
Lanjut Asep, saat ini peternak hanya mengembangbiakkan saja dari tahun ke tahun, tanpa ada recording (pencatatan)sehingga kualitas anakannya amburadul.Kebanyakan peternakyang masih awamhanya melihat kelinci pedaging bukan dari produktivitasnya tetapi dari bentuk besar tubuhnya saja. Misalnya jenis flemish giant, belum tentu menghasilkan daging banyak, karena tulang dan kematiannya cukup besar. “Padahal yang harus dilihat produktivitasnya tinggi atau tidak, karena bisa berpengaruh terhadap harga jual dan peternak lebih untung,” jabarnya
Sementarakelinci pedaging, kata Wahyu,dibutuhkan produksi yang tinggi untuk menghasilkan anakan yang banyak dan penurunan tingkat reproduksi indukan cepat. “Maka perlu replacement(pergantian) indukanyang cepat juga,” paparnya.
Ditanggapi, Bram Brahmantiyo, peneliti asal Balitnak (Balai Penelitian Ternak), Ciawi, Bogor, kelinci pedaging yang dikenal dimasyarakat adalah kelinci yang memiliki ukuran tubuh besar namun produktivitasnya masih rendah. “Karena itupembibitan kelinci pedaging sudah saatnya dilakukan untuk memenuhi permintaan daging kelinci yang berkualitas dan berkesinambungan,” ucapnya.
Sambung Bram, dalam pembentukan indukan kelinci pedagingunggulharus diperhatikan laju pertumbuhan, jumlah anak yang dilahirkan,dan dihasilkan seekor induk. Hal tersebut merupakan beberapa kriteria seleksi untuk kelinci pedaging.
Pusat Pembibitan Kelinci
Tentang breeding center, menurut Asepsebaiknya dilakukan oleh pemerintah pusat. Sementara dibeberapa wilayah dibangun mini-mini breeding center dengan peternak sebagai pengelola, pemerintah sebagai fasilitator dan pengawasan, sertaditambah perguruan tinggi untuk aplikasi teknologinya. “Sekarang baru ada mini breeding center, itu pun hanya ada di Balitnak. Jumlah indukan yang dimiliki Balitnak pun tidak cukupuntuk memenuhi kebutuhan peternak,” cetusnya.
Terkait ini, Kopnakci sudah mulai merintis pusat pembibitan kelinci pedaging melalui program “Kampoeng Kelinci”. Wahyu menjelaskan, Kampoeng Kelinci merupakan program pengembangan kawasan pusat pengembangan perkelincian yang saat ini dipusatkan di daerah Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Di kawasan seluas sekitar 2 hektar ini telah dibangun unit usaha pembibitan kelinci pedaging dan hias yang melibatkan 4 kelompok peternak kelinci (masing-masing beranggotakan 5 sampai 10 peternak). “Indukan kelinci dapat dari bantuan Kementerian Pertanian melalui Balitnak, jumlahnya sekitar 500 ekor terdiri dari jenis kelinci pedaging dan hias,” kata Wahyu.
Selain itu, kata Wahyu, di lokasi tersebut juga telah beroperasi unit usaha pabrik pakan mini untuk memenuhi kebutuhan anggota Kopnakci. Peralatan pabrik pakan dan sebagai kandang pembesaran juga dapat bantuan dari pemerintah daerah.