Hujan yang mengguyur di beberapa sentra pangan menjadi tanda mulainya musim tanam pertama (Oktober-Maret). Petani pun telah siap kembali turun ke sawah menggarap lahan mereka.
Namun di tengah euforia musim tanam, petani masih dihantui ancaman Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Serangan OPT selalu menjadi pekerjaan rumah petani yang sulit diselesaikan. Petani kerap secara instan mengendalikan hama penyakit dengan menyemprot pestisida.
Namun cara tersebut bukan jalan keluar yang bijak. Banyak dampak ikutan yang tak terpikirkan petani. Apalagi di lapangan, petani menggunakan pestisida secara over dosis alias berlebihan. Hal itu justru dikuatirkan tidak ramah lingkungan.
“Banyak faktor yang menyebabkan ledakan populasi hama. Tapi umumnya karena kesalahan prosedur pengendalian yang dilakukan manusia. Alam sebenarnya sudah memiliki cara mengatur keseimbangannya sendiri,” kata Dosen Proteksi Tanaman IPB, Nina Maryana.
Contohnya, hama wereng sebenarnya ada pengendalinya (secara alami). Tapi karena jumlahnya banyak, sedangkan pengendali di alam lebih sedikit sehingga tidak mampu menekan serangan. “Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana pada akhirnya malah menekan pengendali alami dari hama tersebut,” katanya.
Hama seperti wereng menurutnya, memiliki genetik dan ketahanan terhadap pestisida yang bervariasi. Kekebalannya biasanya diturunkan ke generasi selanjutnya. Jadi jika petani menyemprotkan pestisida, maka populasi yang memiliki kekebalan tinggi tidak mati. Justru yang terjadi malah menghasilkan keturunan yang lebih kebal terhadap pestisida. Akibatnya bisa terjadi ledakan populasi hama wereng.
Faktor lain yang menyebabkan terjadi ledakan hama penyakit dari hasil kajian Tim Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB di 25 kabupaten di Pulau Jawa, karena petani tidak mengembalikan jerami ke sawah. Akibatnya bahan organik tanah kurang. Sedangkan kandungan N tunggal sangat besar karena adanya pemberian pupuk sintetik yang berlebihan. “Kondisi tersebut diduga kuat menyebabkan serangan OPT seperti wereng batang cokelat, penyakit kresek, busuk pelepah dan busuk leher,” tutur Nina.
Cegah Sejak Dini
Nina menambahkan, pengendalian hama sebaiknya dilakukan tak hanya setelah petani menanam. Lebih baik jauh sebelum proses menanam seperti penggunaan bibit/benih unggul dan tersertifikasi hingga monitoring pertumbuhan tanaman setiap fase.
Sedangkan untuk menekan hama seperti wereng bisa dengan menumbuhkan jenis parasit pemangsa. Parasit ini akan meletakkan telur di telurnya wereng, sehingga saat menetas, parasit ini akan memangsa telur sehingga tidak akan menjadi wereng.
Sebagian besar parasitoid ditemukan di dalam dua kelompok utama bangsa serangga, yaitu Hymenoptera (lebah, tawon, semut, dan lalat gergaji) dan bangsa Diptera (lalat beserta kerabatnya). Dalam bentuk dewasa, parasitoid ini memerlukan makanan berupa nektar dari bunga.
Karena itu menurut Nina, cara mudah bagi petani adalah menanam bunga aneka warna sebagai penarik datangnya berbagai musuh alami dari wereng. Tanaman bunga di pematang sawah juga bisa berguna menjadi tempat predator (pemangsa) dari hama.
“Jenis serangga dan laba-laba menjadi predator wereng yang terbaik karena memburu, memakan atau menghisap cairan tubuh binatang lain sehingga menyebabkan kematian,” tuturnya. Berdasarkan kajian, penanaman tanaman wijen atau tanaman bunga di pematang sawah/area persawahan terbukti mampu meningkatkan parasit yang akan memangsa telur wereng batang cokelat.
Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara, Hermanu Triwidodo juga mengatakan, pengelolaan dan pengendalian hama tanaman padi bisa dengan meningkatkan peranan musuh alami generalis (pemakan banyak jenis mangsa dari kelompok yang berbeda) dan musuh alami spesialis (pemakan satu jenis mangsa) dengan cara pengelolaan habitat. Salah satunya dengan penyediaan tanaman penghasil nektar.
“Cara ini mampu menyediakan mangsa (hama) bagi predator sekaligus substrat tumbuh bagi mikroba serangga dan musuh dari pathogen tanaman padi,” katanya.
Habitat tanaman bukan padi, termasuk yang berpotensi sebagai gulma merupakan komponen penting dalam ekosistem sawah. Sebab, tanaman tersebut berperan dalam penyediaan bahan organik dari sisa-sisa yang mati, tempat berlindung hingga penyedia makanan (nektar dan serbuk sari) bagi musuh-musuh alami hama padi.
“Jika habitat ini dijaga sedemikian rupa tanpa mengganggu tanaman padi maka akan bisa membantu pengendalian hama secara alami,” tuturnya.
sumber (http://tabloidsinartani.com/read-detail/read/kendalikan-hama-padi-dengan-musuh-alami/)