Menjelang hari besar keagamaan, terutama Lebaran, persoalan keamanan pangan harus menjadi perhatian serius pemerintah. Biasanya akan ada oknum-oknum yang mengambil kesempatan di tengah meningkatnya permintaan.
Termasuk juga produk daging. Misalnya, mencampur daging sapi dengan celeng (babi hutan). Kadang ada juga yang melakukan gelonggongan sapi saat akan disembelih. Penyimpangan dalam kegiatan pengadaan dan distribusi daging sapi banyak dilakukan dengan modus yang kian beragam.
Karena itu masyarakat harus mewaspadai dan berhati-hati dalam membeli daging sapi. Daging yang baik harus memenuhi persyaratan ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal). Daging yang aman adalah tidak mengandung bibit penyakit (bakteri, kapang, kamir, virus, cacing, parasit), racun (toksin), residu obat dan hormon.
Aman dari cemaran logam berat, pestisida, zat berbahaya serta bahan-bahan atau unsur-unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan akan mengganggu kesehatan manusia. Sehat diartikan mengandung zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh.
Utuh berarti tidak dicampur dengan bagian-bagian lain dari hewan yang tidak layak konsumsi. Syarat terakhir halal. Daging sapi halal merupakan hasil produksi ternak sapi yang tidak diharamkan dan melakukan penyembelihan sesuai syariat agama Islam.
Tingkat Pengawasan
Untuk menjaga keamanan pangan, khususnya daging menjelang hari raya, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca Panen Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Akhmad Junaidi mengatakan, pihaknya secara rutin meningkatkan pengawasan.
“Kami telah menyampaikan surat edaran ke seluruh dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan (PKH) untuk meningkatkan pengawasan terhadap peredaran produk daging, telur dan susu tentu termasuk didalamnya peredaran daging sapi,” tuturnya.
Bahkan sejak sebelum puasa, pengawasan terhadap daging sapi yang dipasaran telah dilakukan berbagai pihak, seperti Pemda, Dinas Perdangangan sampai anggota DPR juga aktif dalam melakukan disidak ke pasar-pasar tradisional. Upaya pengawasan juga sudah dilakukan sejak proses pembuatan rekomendasi, terutama importasi daging sapi.
“Sejauh ini pemerintah telah membuat aturan bahwa daging yang beredar harus dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH). Artinya pengawasan di dalam negeri sudah dilakukan sejak pemrosesan daging di RPH,” katanya.
Junaidi mengatakan, modus penyimpangan yang paling banyak terjadi adalah pengoplosan daging sapi dengan daging celeng. Di Surabaya terjadi kasus seorang pedagang sampai bisa menjual daging celeng sebanyak 500 kg. Namun beberapa kasus daging gelonggongan masih juga terjadi.
Bahkan saat sidak di Kota Bandung Jawa Barat, masih ditemukan pedagang yang melakukan praktek penjualan daging busuk. Tak hanya daging sapi, tetapi juga ditemukan penjualan jeroan (hati sapi) yang telah membusuk. “Ini yang harus diwaspadai masyarakat,” ujarnya.
Sumber: (http://tabloidsinartani.com/read-detail/read/waspadai-daging-sapi-aEURharamaEURTM/)