Adalah Joko Sumarwan bersama Akhmad Fairus Mai Soni, dua perekayasa di BBPBAP (Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau) Jepara, yangmembuktikan pemberian cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengandiperkaya Spirulina platensis (sejenis ganggang hijau) mampu memberikan peningkatan nilai produktivitas induk-induk udang windu. Kini,proyek pengembangan induk udang windu sertapembenihan udang windu di BBPBAP telah mengaplikasikan kombinasi pakan tersebut.
Cacing L. rubellus merupakan invertebrata asli darat, dan tidak pernah ditemu iudang windu di dasar perairan. Tetapi ketika diberikan dalam bak budidaya ternyata cacing ini disukai udang, dan dapat bertahan hidup sampai sekitar 20 menit dalam air laut. Karena itu lumbricus potensial untuk mensubstitusi fungsi cacing laut polychaeta (Nereis sp) yang selama ini banyak dimanfaatkan untuk pematangan induk udang.
Nutrisi untuk Induk
Diterangkan oleh Joko dan Fairus, dibandingkan hasil budidaya, induk udang windu asal laut memiliki performa lebih baik. Pasalnya, induk udang leluasa mendapatkan makanan dari laut sesuai kebutuhannya. Di alam, induk udang jenis asli perairan Indonesia ini, tanpa diablasi (teknik memotong tangkai mata untuk mempercepat kematangan organ reproduksi) mampu bereproduksi hingga puluhan kali.
Sayangnya, jumlah induk udang di alam terus menurun dari waktu ke waktu. Sehingga mau tidak mau, pengembangbiakkan induk udang dari hasil budidaya menjadi sebuah keniscayaan sekaligus keharusan. Dan menjadi “pekerjaan rumah” bagi periset perudangan untuk mampu menghasilkan induk udang windu dari budidaya dengan performa produksi setara induk-induk di alam.
Dikatakan Joko, kajian yang ia lakukan bersama Fairus ini bertujuan meningkatkan produktivitas nauplius (larva/anakan) dari induk udang windu hasil budidaya. “Targetnya, induk tambak mampu menghasilkan lebih dari 500 ribu nauplius/mijah/induk,” sebutnya.
Sebelumnya, pakan induk udang windu yang biasa diberikan di masa produksi nauplius adalah cumi-cumi, kerang, kepiting, rajungan, cacing laut dan hati sapi. Komposisi pakan yang hampir sepenuhnya dari alam ini sangat sulit dilakukan pengkayaan nutrisi.
Dikatakan Fairus, kebutuhan nutrisi induk udang windu tidak hanya protein. “Tapi juga keseimbangan asam lemak, asam amino, dan vitamin yang penting dalam sistem reproduksi, seperti vitelogenesis membutuhkan keseimbangan DHA/EPA,” katanya. Dan spirulina, lanjut dia, kaya akan asam lemak esensial dan non esensial, mineral, vitamin, caroten, serta enzim yang sangat dibutuhkan dalam sistem reproduksi.
Digarisbawahi Joko, pengkayaan spirulina efektif diberikan melalui cacing, karena dengan begitu udang akan menerima gizi terbaik. “Lumbricus diketahui mengandung protein tinggi, sekitar 63% dan komposisi asam aminonya sangat lengkap. Ini dibutuhkan untuk kematangan reproduksi, termasuk dalam pembentukan spermatopor maupun perkembangan ovarium,” terangnya.
Kelemahannya, lanjut Joko, cacing ini merupakan hewan darat sehingga beberapa komposisi asam lemak tidak selengkap organisme laut, khususnya arachidonic acid (ARA). Dan kekurangan ini diisi oleh spirulina, microalgae dengan komposisi nutrisi lengkap dan disebut-sebut sebagai ”superfood”.
Dongkrak Fekunditas & Produksi Nauplius
Pemberian lumbricus yang dikayakan spirulina berdampak positif terhadap performa reproduksi induk alam yang diablasi (dibudidayakan), bahkan bisa mengungguli performa reproduksi induk yang matang telur di alam (MTA).
Joko menjelaskan hasil kajian, dalam satu siklus reproduksi induk udang windu MTAdengan rerata berat 187 g/ekor menghasilkan 26,74juta butir telur dari 30 kali kejadian memijahatau setara dengan 891.333butir telur/mijah/induk, sehingga fekunditas diperoleh 4.766.488 butir telur/mijah/kg induk serta produktifitas induk mencapai 750.000 ekor nauplius/mijah/induk. Sementara induk udang ablasi yang mengonsumsi L. rubellusyang diperkaya dengan Spirulina platensis menghasilkan 70.565.000butir telur dari 67kali memijah atau setara dengan 1.053.209 butir telur/mijah/induk, sehingga fekunditas diperoleh 5.632.133 butir telur/mijah/kg induk dengan produktivitas induk mencapai 874.627 ekor nauplius/mijah/induk (Tabel 1). “Artinya, ada peningkatan angka fekunditas 18%,” kata Joko. Sementara produksi nauplius diklaim Joko dan Fairus meningkat 17% ketimbang performa reproduksi induk matang telur di alam.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua edisi 15 Januari -14 Februari 2013